Salah satu poin penting untuk mengenal ISIS serta gambaran dan analisa berbagai aspeknya di Irak dan Suriah adalah pemahaman sikap para pema...
Salah satu poin penting untuk mengenal ISIS serta gambaran dan analisa berbagai aspeknya di Irak dan Suriah adalah pemahaman sikap para pemain regional dan kekuatan-kekuatan besar internasional terhadapnya. Meski ISIS adalah kelompok terorisme yang telah memiliki pondasi politik, keamanan dan sosial dalam proses kemunculannya, namun para pemain regional dan kekuatan-kekuatan besar internasional memainkan peran penting dalam pengembangan dan pengokohan kelompok tersebut.
Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir, merupakan salah satu kekuatan yang aktif di kawasan Timur Tengah serta politik dan strateginya lebih mempengaruhi berbagai proses regional melebihi para pemain lainnya. Dalam dua dekade terakhir, Amerika Serikat dengan menyerang dan menduduki Irak, telah memainkan peran poros di kawasan. Amerika Serikat di Timur Tengah menjalin hubungan rumit dan kontradiktif dengan kelompok-kelompok Takfiri dan teroris yang mendapat dukungan, bekerjasama hingga konfrontasi.
Sikap Amerika Serikat terhadap kelompok-kelompok teroris seperti ISIS selalu mengalami penyesuaian pada kondisi dan waktu tertentu, sesuai dengan kepentingan dan tujuannya. Terlepas dari propaganda dan klaim yang saling bertabrakan dalam menyikapi kelompok teroris, di Afghanistan, AS mendukung kelompok Takfiri dalam menghadapi pasukan Uni Soviet di era Perang Dingin. NamunAS juga yang menyerang Afghanistan pada tahun 2001 dengan tujuan melawan al-Qaeda dan Taliban.
Perilaku yang sama juga ditunjukkan Amerika Serikat di Irak dan Suriah dalam menyikapi kelompok-kelompok teroris. Terjadi fluktasi dan perubahan fundamental dalam kebijakan Washington terhadap kelompok-kelompok teroris termasuk ISIS. Mulai dari dukungan, kerjasama, pengabaian, atau konfrontasi tebang-pilih. Pada tahun 2003-2011, Amerika Serikat yang langsung hadir di Irak, memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok Takfiri.
Amerika Serikat membesar-besarkan konfrontasinya dengan kelompok teroris ISIS sementara mantan menteri luar negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, dalam bukunya Hard Choices mengungkapkan bahwa pembentukan dan penguatan ISIS dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya dengan memanfaatkan berbagai kekosongan yang ada di kawasan. Pada tahun 2003 dengan dalih hubungan rezim Saddam dengan kelompok-kelompok teroris, Amerika Serikat menginvasi Irak. Kehadiran militer Amerika Serikat di Irak sendiri merupakan faktor penting di balik kemunculan dan aktivitas kelompok-kelompok teroris, khususnya munculnya cabang al-Qaeda di Irak.
Ketika ISIS mampu menguasai Mosul dan kota-kota penting lainnya di Irak termasuk Tikrit pada 2014, secara mengejutkan reaksi AS di luar harapan pihak Irak yang beranggapan akan mendapat dukungan serius dan cepat dari Amerika Serikat sesuai kesepakatan keamanan antara Baghdad-Washington. Amerika Serikat bukan hanya tidak cepat bergerak menghadapi ancaman ISIS, melainkan berusaha memanfaatkan kondisi keamanan yang memburuk di Irak itu sebagai sarana menciptakan perubahan sebagaimana yang diinginkan Gedung Putih.
Secara keseluruhan, analisa sikap Amerika Serikat di hadapan ISIS menunjukkan bahwa negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat, melalui dukungan terhadap ISIS, berusaha merusak citra Islam, menghancurkan poros resistensi (muqawama), menyulut konflik sektarian dan pada akhirnya memecah Timur Tengah. Oleh karena itu, dukungan Amerika Serikat terhadap kelompok-kelompok teroris seperti al-Qaeda bukan lagi rahasia. Sedemikian jelas sehingga banyak pejabat Amerika Serikat yang mengakui dukungan AS terhadap ISIS. Tidak hanya itu, koran Washington Post dan Wall Street Journal juga mengungkap berbagai rencana dan makar Amerika Serikat untuk meningkatkan dukungan dan pelatihan terhadap kelompok-kelompok teroris di Suriah dan Irak.
Namun selain Amerika Serikat, perspektif Rusia terhadap ISIS juga patut diperhatikan dari beberapa sisi. Pertama, Rusia sebagai negara yang memiliki minoritas Muslim cukup besar dan juga sedang berhadapan dengan ekstrimisme di Kaukasus utara. Moskow menilai pengokohan dan menguatnya pemikiran Takfiri sebagai ancaman serius. Kedua, peran ISIS di hadapan pemerintah-pemerintah sekutu Rusia di kawasan termasuk Suriah dan Irak, serta dukungan Barat dan regional terhadap ISIS untuk mengubah pemerintah sah di Tirmur Tengah. Adapun faktor ketiga adalah kepentingan pemerintah Rusia di negara-negara seperti Suriah dan hubungannya dengan Republik Islam, yang akan terancam dengan menguatnya ISIS.
Kehadiran anasir ISIS di Asia Tengah dan Kaukasus merupakan sumber kekhawatiran pihak Rusia. Kaukasus utara dan khususnya Chechnya, memiliki catatan panjang ekstrimisme mazhab. Jumlah anasir ISIS di Kaukasus memang tidak banyak, akan tetapi mereka termasuk di antara komandan unggulan kelompok teroris itu dan juga termasuk di antara para panglima mereka. Para anasir dari Chechnya dan Kaukaus, termasuk di antara para panglima ISIS.
Setelah dua kali perang di Chechnya, terwujud ketenangan relatif di wilayah Kaukasus. Para analis Rusia berpendapat bahwa tidak akan perlu waktu lama bagi para anasir ISIS di Suriah dan Irak untuk melanjutkan perang di wilayah Rusia dan perbatasannya. Para anggota ISIS dalam berbagai rekaman video mereka, mengancam pemerintah Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Berdasarkan kekhawatiran bahwa ISIS sedang berubah menjadi ancaman keamanan nasional bagi Rusia, Moskow memulai upaya serius untuk menghadapi ISIS. Upaya itu meliputi pembentukan koalisi internasional yang efektif untuk pemberantasan ISIS. Adapun Rusia tidak begabung dengan koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat, karena apriori dan menyangsikan keseriusan koalisi tersebut. Oleh karena itu Rusia membentuk koalisi baru anti-ISIS. Dalam hal ini, Rusia selain menekankan dukungannya terhadap pemerintah Suriah juga berusaha berdialog dengan sejumlah negara untuk ikut dalam koalisi tersebut.
Rusia juga telah menunjukkan interaksi yang positif dengan negara-negara Barat untuk memperkokoh dan menyelaraskan kemampuan dan aktivitas dalam pemberantasan ISIS. Akan tetapi, tidak seperti yang diklaim pihak Barat dalam memerangi ISIS, pada praktiknya tidak ada langkah-langkah kolektif dalam menumpas kelompok teroris Takfiri ISIS atau kelompok-kelompok lainnya. Ini disebabkan oleh perbedaan kepentingan dan tujuan makro Barat dengan Rusia. Oleh sebab itu, Rusia memilih untuk menempuh jalan lain dengan membentuk koalisi baru yang dianggotai oleh Republik Islam Iran, Irak dan Suriah guna memberantas ISIS secara serius.
Turki adalah salah satu pemain di kawasan yang berurusan dengan kelompok teroris ISIS. Kinerja Turki terhadap ISIS juga tidak tetap dan sangat rumit. Selama beberapa tahun lalu, Turi merupakan salah satu faktor berlanjutnya kehidupan ISIS dan membantunya dengan berbagai cara termasuk menjadi transit masuknya bantuan dan anasir ISIS ke Suriah. Pada hakikatnya Ankara dengan berpijak pada politik neo-Ottoman berusaha menjadikan ISIS sebagai sarana untuk mengacaukan kondisi di Irak dan Suriah.
Terdapat berbagai bukti yang menunjukkan bahwa Turki memainkan peran penting dalam membantu ISIS. Pertama, Turki memiliki perbatasan kolektif dengan Suriah dan Irak sepanjang 1.200 kilometer, serta mengirim para teroris dan anasir Takfiri menuju Suriah dan Irak melalui perbatasan. Selain itu, Turki juga mengirim bantuan persenjataan untuk ISIS ke Suriah dan mengobati para teroris di berbagai rumah sakit mobil. Hotel-hotel di kota perbatasan dengan Suriah juga dipenuhi oleh para teroris.
Alasan kedua, peran pemerintah Ankara dalam menyelundupkan bahan bakar Suriah oleh ISIS, banyak para anggota parlemen Turki yang meminta penjelasan dari pemerintah dalam hal ini. ISIS menyelundupkan ribuan ton bahan bakar ke Suriah dan setiap bulannya ISIS mengantongi pendapatan jutaan dolar. Permintaan untuk minyak ISIS yang murah sangat banyak dan produk itu disalurkan ke Turki melalui jalur darat hingga ke wilayah Turki. Berdasarkan berbagai laporan, media massa Turki menyebutkan, Turki membeli minyak dari ISIS dengan harga sangat miring, dan menjualnya dengan harga tinggi. Selain itu, Turki juga memiliki hubungan dengan Arab Saudi sebagai pengembangbiak ISIS, mengingat ISIS dan kelompok-kelompok teroris lainnya, lahir dari pemikiran dan ideologi Wahabi, dan oleh karena itu mereka mendapat dukungan politik, keamanan, finansial dan militer rezim al-Saud.