Radikalisme, ekstrimisme, intoleransi, dan terorisme, adalah kata yang sekilas hampir sama maknanya, Bahkan tak jarang ada yang menya...
Radikalisme, ekstrimisme, intoleransi, dan terorisme, adalah kata yang sekilas hampir sama maknanya, Bahkan tak jarang ada yang menyamakannya, meski sebenarnya beda-beda tipis tapi tetap saja ada irisannya.
Namun kalau sudah menjadi teroris, tentu sudah sangat berbahaya. Dan itu bisa merusak secara fisik, lihatlah bagaimana aksi-aksi teroris yang melakukan bom terhadap orang-orang yang tidak bersalah dan juga lebih sadis melakukan bom bunuh diri.
Pemerintah sudah berupaya keras bagaimana ideologi yang membangkitkan intoleransi, radikalisme, ekstrimisme hingga menjadi terorisme diredam, sehingga semua komponen bangsa setia pada komitmen kebernegaraan yang sudah dirumuskan lewat Pancasila.
Memang upaya lebih "membumikan" pancasila sudah sering digalakkan, apalagi bangsa ini sudah belajar dari berbagai negara yang telah menjalani konflik karena isu-isu agama yang membangkitkan radikalisme, intoleransi, ekstrimisme dan terorisme. Seperti Suriah, itu sudah merupakan contoh yang amat paling nyata.
Kajian-kajian, dan bahkan seminar-seminar juga giat dilakukan dalam menangangi masalah ini. Mungkin dari situlah muncul unit-unit kerja kepresidenan dan BNPT sebagai langkah sangat serius negara serta sebagai pertahanan dari dalam agar rakyat tidak banyak yang terpapar ekstrimisme.
Seperti pada gambar di atas, Seminar pencegahan ekstrisme adalah salah satu langkah dan upaya agar persoalan ini senantiasa menjadi perhatian yang intens. Kegiatan yang diadakan di Lebak Bulus, tepatnya di Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra, telah mendatangkan beberapa pembicara yang handal. Dan banyak point-point yang bisa diambil.
Dimulai dari presentasi kertas kebijakan INFID (International NGO Forum On Indonesian Development) memberikan data-data seperti berapa persen guru-guru di negeri ini yang sudah terpapar ekstrimisme, dan bahkan bagaimana sosial media berikut data-datanya bisa mempengaruhi masyarakat. Presentasi ini disampaikan oleh Mufti Makarimal Akhlaq sebagai penulis kertas kebijakan itu atau dari INFID
Dari pemaparan itu, kemudian diberi kesempatan tanggapan dari Roysepta Abimanyu, dari Staf Kepresidenan Bidang komunikasi Politik dan Deseminasi Informasi. Beliau memberikan harapan untuk senantiasa menangulangi masalah ini, dan jangan kaget dengan data-data guru yang terpapar ekstrimisme. Itu memang bisa menjadi data, tapi bukan berarti menakutkan. Dan untuk itu harus ada konten-konten positif yang bisa memberikan pilihan di masyarakat sehingga tidak memilih menjadi ekstrimisme.
Senada dengan hal itu, pembicara dari BNPT (maaf lupa namanya) juga menceritakan upaya dan sejauh mana pemerintah telah berusaha keras agar warga Indonesia tidak lagi terpapar ekstrimisme yang membawanya menjadi terorisme. Inti dari pembicaraan beliau adalah bagaimana mengobati para pelaku terorisme atau yang sudah terpapar ekstrimisme dengan emphati.
Ada trik yang sudah diterapkan oleh negara berkenaan dengan itu, dan sudah ada yang berhasil, dan insyaAllah akan lanjut terus, dan ini semua tidak jauh beda dengan cara-cara Rasulullah SAW menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang munafik disekitarnya waktu zaman dulu. Jadi kembali pada ajaran agama yang berdasarkan cinta kasih, Islam yang senantiasa menyebarkan rahmat lil alamin.
Saatnya social media menjadi ajang perang menyebarkan kebaikan-kebaikan yang sudah diajarkan Nabi SAW, dan cara mengenalinya tentu saja ustad-ustad atau guru-guru yang paham dengan baik ajaran ini, yang tidak berdasarkan satu bacaan saja, menafsirkan Al-Qur'an dengan tafsiran yang sesuai akal sehat. Karena menurut penulis, Al-Qur'an bisa dibuktikan sebagai mukjizat dengan akal sehat. Dan Al-Qur'an tidak bentrok dengan akal sehat, malah sejalan.
Maka, misalnya masalah bidadari yang sedang menunggu di surga itu perlu penjelasan lebih gamblang lagi, bukan berdasarkan angan-angan nafsu yang menggambarkan kenikmatan sex seperti di dunia. Dan masih banyak lagi yang perlu terus disebarkan, bahwa orang yang membunuh dirinya sendiri belum tentu jihad. Jihad ada syarat dan kondisi yang ketat, tidak asal bom bunuh diri. Wallahualam bishawab...