Islam sudah jelas agama yang damai, bahkan Nabinya Muhammad SAW diutus sebagai rahmat, maka agama ini pastilah berisi rahmat, atau ke...
Islam sudah jelas agama yang damai, bahkan Nabinya Muhammad SAW diutus sebagai rahmat, maka agama ini pastilah berisi rahmat, atau keberkahan yang luar biasa. Dan perlu diketahui, bahwa Muhammad sebagai nabi juga adalah teladan yang paling hakiki. Maka Islam yang sesungguhnya itu tercermin lewat Nabi Muhammad dan penerus beliau.
Jadi ukuran keberhasilan Keber-Islam-an seseorang yaitu ketika bisa mengikuti Muhammad. Artinya, segala perbuatan yang telah dicontohkan dan bahkan tercatat di dalam kitab Suci Quran, mampu diteladani.
Namun, berapa banyak yang bisa seperti Muhammad Rasulullah SAW?
Ternyata, kalau membaca sejarah kembali, Muhammad telah membimbing dengan baik Ali Bin Abi Thalib, sehingga bisa dibilang Ali adalah copyan dari Muhammad. Karena semua perintah Muhammad yang juga perintah dari Allah SWT, semuanya dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib. Maka tak heran jika ada kalimat yang bilang bahwa Ali sebagai pintu ilmu dan Muhammad adalah kotanya. Untuk belajar ajaran yang telah dibawa Muhammad, melalui Ali terbuka pintu-pintu ilmu itu. Ini tidak berlebihan, hanya butuh keihklasan hati besar mengakui semua ini.
Dan selanjutnya, di zaman digital ini begitu mudah kita temukan kajian-kajian agama, dengan maraknya kajian agama ini mestinya menjadi kegembiraan dan harapan tersendiri, daripada masyarakat menghabiskan waktunya hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang sia-sia, misalnya bergosip kekurangan artis atau tetangganya, atau bahkan nonton sinetron yang sangat lebay, yang tidak memberikan semangat berjuang. Bukankah hidup ini adalah perjuangan menjadi manusia? atau disebut dengan insan kamil?
Tapi dengan adanya kajian agama atau kajian Islam, tentu berharap kualitas berpikir dan beragama masyarakat mengalami perbaikan kualitas yang baik, umat tidak mudah tertipu karena bisa berpikir cerdas. Namun sayangnya, ternyata era milenial ini, banyak sekali kesibukan yang bahkan untuk menghadiri pengajian situasinya bisa terbatas, macet di ibukota dan juga kesibukan karena harus mencari nafkah, telah menyita dan menguras tenaga.
Maka sebagai makhluk spiritual, manusia itu akan selalu mencari cara agar dahaga spiritualnya itu terpenuhi. Dan melalui tayangan di youtube yang sangat mudah diakses, menjadi solusi tersendiri, atau bahkan melalui sosial media pun bisa dijadikan akses menggelar kajian.
Jadi jangan heran, ustad dan ustazah yang ada di tivi bisa kalah populer dengan ustad atau ustazah di social media. Dan bahkan dari social media, Ustad-ustad ini dibooking untuk mengisi ceramah atau bahkan mengadakan kajian rutin.
Jadi, lewat media sosial dan tayangan di youtube, bisa menjadi ajang promosi yang berlanjut ke offline, dan ini bisa menjadi berkah tersendiri. Namun, ternyata harapan yang positif itu tidak semuanya bisa terwujud, malah bisa menjadi ajang baru menenggelamkan cara berpikir masyarakat atau umat.
Apalagi hal itu dilirik oleh politisi yang menggunakan apa saja termasuk agama sebagai alat dalam meraih kekuasaan, maka beberapa ustad bisa dipakai oleh para politisi itu dalam menjalankan agendannya, maka tak heran kalau di banyak tempat pengajian, banyak bahas politik, bahkan menjelek-jelekkan seseorang yang tidak disukai di atas panggung sudah menjadi hal biasa.
Dan beberapa waktu lalu ada perayaan maulid dibilangan Condet, sempat menyinggung juga dengan kata cebong, dan tentu seperti hendak memprotes pemerintah yang dinilainya sudah dzolim karena telah menangkap orang yang mereka sebut Ulama atau ustad.
Narasi itu sebelumnya sudah berkembang, dan sampai saat ini masih saja digunakan. Maka pengajian untuk meraih kecerdasan dan percerahan itu amat sulit terwujud. Maka kasihan masyarakat awam yang belum bisa memilah-milah mana yang provokatif, mana yang sesuai ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Sangat tragis jika nama Islam dipakai hanya untuk kepentingan dunia atau kekuasaan politik. Ini pastinya sudah sangat memuakkan.
Nah, bagaimana pun beragamnya umat di negeri ini, setidaknya masih ada yang dengan kegigihannya belajar bersungguh-sungguh agar tidak terjebak oleh ajakan-ajakan para "Pelacur agama" yaitu, yang menggunakan agama sebagai alat untuk kepentingan dunia dan meraih kekuasaan.
Saya juga heran, kenapa istilah "Pelacur agama" ini bisa muncul? apakah karena identik dengan menjual diri, kalau agama, yaitu orang yang menjual akidahnya untuk sesuatu yang rendah, padahal untuk urusan akhirat itu adalah sangat penting juga, dan dunia ini adalah ladang mengumpulkan pahala-pahala agar kelak di akhirat menjadi termasuk orang-orang beruntung.
Dan patut kita beri apresiasi untuk aparat yang terus bekerja keras menjaga keamanan masyarakat. Dengan melakukan penyelidikan kepada siapa saja yang kalau di atas mimbar mengujar kebencian, dan juga menebar fitnah.
Islam yang dipeluk begitu banyak manusia, seharusnya sudah memberikan suasana yang sejuk bagi bumi ini, tetapi yang kita lihat justru banyaknya konflik yang terjadi. Dari Timur Tengah hingga di negeri kita ini, agama kerap dipakai sebagai alat saling menciptakan konflik, hanya karena gara-gara perbedaan capres-cawapres. Maka ajaran asli Islam itu dimana? tentulah akal sehat bisa segera mendeteksi.
Ditangkapnya satu per satu orang-orang yang kerap menggunakan kata kasar di atas mimbar, dan bahkan sering menuliskan ujaran kebencian serta fitnah di social media, adalah gambaran yang sangat mengkhawatirkan. Dan anehnya, banyak yang ikut arus ini.
Kita telah tahu bahwa Jonru yang kini akan bebas bersyarat juga kerap menggunakan agama dalam meracik postingan-postingannya yang sarat dengan kebencian, dan itu tidak sesuai ajaran Islam kan?
an ada juga Sugi Nur Rahardja, yang kini sudah menjadi tersangka, kalau melihat video-video Sugi Nur atau yang menamai dirinya Gus Nur, ternyata banyak kata-kata kasar, misalnya "matamu picek", dan seperti sudah menjadi jargon. Padahal Islam punya salam yang indah, senantiasa mendoakan orang dalam keselamatan "Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh"
Polisi sudah lama mendalami kasus Sugi Nur hingga akhirnya menjadi tersangka, sebenarnya masyarakat dengan akal sehatnya bisa melihat dengan jelas bagaimana ujaran kebencian itu begitu mudah terlontar?. Dan bisa saja yang di atas mimbar atau panggung dengan bahasa kasarnya, dan menggunakan agama sebagai alat mendukung salah satu paslong, maka sesungguhnya orang itulah yang namanya PELACUR AGAMA.